Halooo!
Sudah bertahun-tahun ngga nulis blog dan sekarang ingin menulis lagi karena ngerasa wajib banget berbagi info tentang Pulau Sangiang yang ada di Banten.
As we all know, sejak awal tahun 2020 seluruh dunia sedang dilanda pandemi covid-19 yang membuat orang-orang banyak yang berdiam diri di rumah saja. Saya sendiri hanya ke luar rumah ketika kerja, itupun parno banget dan pakai APD selengkap mungkin. Rasa bosan pun sering melanda, ingin pergi jalan-jalan tapi takut tertular covid-19.
Akhirnya saya memulai proses pencarian mengenai destinasi yang dekat dengan tempat tinggal (di Bekasi) sehingga tidak harus naik transportasi publik seperti pesawat dan menemukan berbagai pilihan seperti Kepulauan Seribu dan Taman Nasional Ujung Kulon. Kemudian, saya iseng melihat-lihat peta di sekitaran Anyer dan menemukan Pulau Sangiang, hmmm namanya tidak asing untuk saya, ternyata itu mirip nama dari salah satu bangsal (Pulau Sangeang) yang ada di RSAL Mintohardjo tempat saya koass dulu.
Saya mulai mencari info mengenai Pulau Sangiang melalui Google dan Instagram dan terkejut menemukan bahwa pulau ini cukup cantik! Selama ini saya kemana saja ternyata dekat dari sini ada destinasi menarik.
Karena saya parnoan maka mulai menghubungi beberapa travel agent untuk mengatur private trip untuk saya dan seorang teman. Beberapa agent menawarkan harga yang menurut saya sangat tinggi untuk perjalanan 2 hari 1 malam di Pulau Sangiang dan malah menawarkan untuk bergabung ke open trip saja. Jelas bukan pilihan bagi saya karena mengikuti perjalanan bersama orang asing beramai-ramai di kala seperti ini sepertinya bukan pilihan bijak.
Akhirnya saya mencari info mengenai penyewaan kapal yang dapat mengantar ke Pulau Sangiang dan menemukan 1 (dari Facebook dengan keyword “penyewaan kapal anyer”) yang menawarkan harga paling murah yaitu Rp. 1.300.000/kapal untuk 1 hari.
Saya juga memutuskan untuk hanya melakukan perjalanan satu hari pulang pergi dari dan ke Pulau Sangiang dan menginap di Cilegon dikarenakan tarif penginapan di Anyer cukup tinggi terutama hotel/resort yang menurut saya bersih tarifnya sangat tidak budget friendly untuk saya. Penginapan di Pulau Sangiang juga hanya tersedia homestay rumah penduduk dan tenda untuk camping sehingga saya memutuskan untuk tidak menginap di pulau.
Pada tanggal 27 November 2020 saya sudah tiba di Cilegon menginap di hotel Swiss-belexpress yang sepertinya masih sangat baru dan bersih. Pada sore harinya saya pergi ke Pantai Sambolo di kawasan Anyer untuk menikmati sunset dan malahan disambut gerimis dan awan kelabu pekat. Cuaca akhir-akhir ini memang kurang baik dan tampak arus kencang serta gelombang tinggi di laut.
Keesokan harinya kami (akhirnya ber-enam orang dan tidak jadi berdua untuk semakin menghemat biaya kapal) berangkat menuju Pelabuhan Paku Anyer. Saya sempat kaget karena akses menuju pelabuhan melewati gang kecil dan sempat mengira saya nyasar. Namun, parkiran di pelabuhan cukup luas. Kemudian kami menumpang untuk berganti baju di kamar mandi milik pos polisi air karena sepertinya tidak ada kamar mandi umum di sana. Beberapa petugas di sana mengingatkan bahwa cuaca sedang buruk belakangan dan juga harus berhati-hati saat snorkeling.
Pukul 9 pagi kapal kayu kami yang dapat memuat belasan (atau malah puluhan) orang berangkat dengan destinasi pertama adalah Legon Waru. Perjalanan kurang menyenangkan karena gelombang yang tinggi. Setelah sekitar 1 jam, kami pun sampai dan langsung snorkeling. Saat di dalam air, saya kaget karena tidak ber-ekspektasi tinggi tentang spot snorkeling ini, saya pikir saya akan hanya menemukan karang rusak dan mati, namun saya menemukan berbagai macam karang sehat dan banyak sekali ikan. Sungguh tidak kalah cantik dengan destinasi-destinasi terkenal di Indonesia lainnya.
Setelah itu, kami memasuki hutan bakau sebagai jalan ke Pulau Sangiang. Memasuki pulau ini kami harus membayar biaya Rp. 7.000/orang. Kami juga menyewa pemandu lokal dengan biaya seikhlasnya.
Setelah membersihkan diri di kamar mandi di sebelah musholla, kami melanjutkan perjalanan memasuki kawasan pulau. Jalur trekking agak basah dan tampak banyak bekicot sehingga harus berhati-hati agar tidak menginjaknya.
Setelah sekitar 30 menit perjalanan kami mendengar suara riuh nyaring yang ternyata berasal dari goa disertai aroma asing yang merupakan aroma dari kotoran kelelawar. Iya, kami telah sampai di Goa Kelelawar.
Goa ini cukup besar dan di atasnya terdapat cekungan di mana ada ratusan kelelawar sedang beristirahat. Menariknya, di bawah sarang kelelawar yang merupakan air laut yang masuk melalui celah goa, terdapat banyak ikan hiu yang bersiap untuk menyantap kelelawar. Sungguh fenomena yang sangat menarik. Sebelumnya saya pernah melihat segerombolan hiu di Raja Ampat, namun di sini ukuran hiunya jauh lebih besar.
Setelah puas menikmati fenomena alam tersebut, kami melanjutkan trekking ke Bukit Begal, perjalanan lumayan melelahkan namun terbayar karena dari atas bukit kami dapat melihat celah Goa Kelelawar tadi. Pemandangan dari Bukit Begal ini mengingatkan saya pada suasana Nusa Penida
Setelah beristirahat, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Pasir Panjang dan menikmati sore di sana. Sayangnya, pantai cukup kotor dengan sampah dan banyak batang kayu berserakan. Jika pantai ini dibersihkan maka akan sangat cantik.
Setelah puas, kami kembali menaiki kapal dan pulang menuju Pelabuhan Paku. Sungguh perjalanan yang menyenangkan di tengah kondisi pandemi yang stressful seperti ini. Beruntung karena kami tidak bertemu dengan rombongan lain selama perjalanan dan suasana pulau sepi. Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan.
Saya juga membuat video berisi destinasi yang ada di Pulau Sangiang :
NB :
- Jangan lupa untuk meyewa peralatan snorkeling sebelum berangkat jika Anda tidak membawa sendiri, biayanya Rp.25.000
- Bawa bekal atau beli makan di sebelah musholla Pulau Peucang sebelum trekking dimulai
- Pakai losion anti-nyamuk karna nyamuk di sana cukup ganas
Ikuut
BalasHapus